Jumat, 19 Juni 2009

SIfat-Sifat Istri Shalihah

Dari Umar radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad shallalhu alihi wa sallam bersabda, "Maukah aku beritahukan kepadamu sebaik-baik hal yang dimiliki oleh seseorang? Yaitu wanita yang shalihah, apabila kamu melihatnya, dia membuatmu bahagia, apabila kamu memerintahnya dia mentaati, dan apabila dia pergi, wanita itu menjaganya." (HR. Abu Dawud)

Hadits diatas mejelaskan tiga sifat istri shalihah yang merupakan kumpulan kebaikan yang akan menjaga hubungan cinta, kasih sayang antara suami-sitri sehingga pernikahan akan tetap langgeng.

Pertama, Seorang istri akan senantiasa tampil cantik, berhias untuk suaminya, dan selalu tampil di depan suaminya dalam keadaan yang baik, rapi, enak dilihat, menyenangkan. Ini adalah sifat yang menunjukkan betapa dia sangat memperhatikan kebahagiaan suami, selalu berusaha menyenangkan suaminya, memberi kebanggaan dan perhatian kepada suaminya. Memang tidak harus berdandan dan bersolek yang berlebihan, tetapi mungkin dengan berparas secukupnya yang bisa menunjukkan kecantikan dirinya, memperlihatkan kebersihan dan menjaga penampilan agar selalu terlihat menarik bagi suaminya.

Kedua; bersegera untuk mentaati suaminya, menjalankan permintaan suami kepadanya selama sesuai dengan syariat. Seorang suami shalih tidak akan memerintahkan istrinya untuk berbuat maksiat kepada Allah. Jadi tidak diragukan bahwa seorang istri yang mentaati suaminya dan tidak menentangnya adalah harta yang sangat berharga yang hanya diperoleh oleh orang yang mendapat kebahagiaan dari Allah.

Ketiga; menjaga hak-hak suami ketika dia sedang tidak ada. Seorang istri akan selalu menjaga dirinya, anak-anaknya, harta benda suaminya dan lain sebagainya. Ini adalah sifat paling utama, karena sifat ini tidak akan ada kecuali pada wanita yang memiliki agama yang haq, sebagaimana Rasulullah memrintahkan untuk memilih wanita dengan agama agar seseorang mendapatkan keberuntungan.

Inilah wanita yang amanah atas dirinya dan suami menjadi tenteram dan tidak khawatir akan pendidikan anak-anaknya. Istri shalihah tidak akan mendidik anaknya kecuali untuk mentaati Allah, mentaati Rasul-Nya dan mentaati kedua orangtuanya selama tidak memerintahkan maksiat kepada Allah. Istri shalihah akan mendidik anaknya untuk jujur, amanah, berakhlak mulia sebagaimana yang dialakukan. Dia tidak akan melakukan keharaman ketika suaminya tidak ada, tidak akan membuka pintu rumahnya untuk orang yang dibenci oleh suaminya, tidak akan mengambil apa yang bukan miliknya, menjaga hartanya, tidak akan mengeluarkannya dalam perkara yang diharamkan Allah dan tidak akan menghambur-hamburkannya.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, "Dianjurkan bagi orang yang mau menikah untuk memilih yang mempunyai agama, sebagaimana sabda Nabi, "
"Wanita itu dinikahi karena empat perkara; karena harta bendanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, maka kamu akan beruntung." (Muttafaq Alaih) dan memilih yang cantik, karena itu lebih mennetramkan dirinya dan lebih menjaga pandangannya dan melanggengkan cintannya. olehkarena itulah disyariatkan nazhar (melihat calon istri) sebelum menikah. (Al-Kafi, 2/659)

Katika seorang laki-laki shalih bersatu dengan wanita shalihah diatas sunnah Allah dan Rasul-Nya, diatas ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, amka mulailah terbentuk keluarga shalih yang merupakan bibit masyarakat yang shalih. Ketika anak-anak lahir dan dididik secara jasmani, ruhani dan aqli diatas petujuk kitabullah dan sunnah rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan teladan bagi anak dalam masa perkembangan inilah yang mengasah kegiatannya, perilakunya dan arahnya di masa depan hidupnya. Karena sifat yang tumbuh dalam dirinya ketika dia kecil, akan berkembang bersama perkembangan dirinya di rumahnya dari kedua orangtuanya dan akan menjadi kebiasaan yang sulit untuk dirubah setelah dia besar.

Karena itu wajib bagi orangtua untuk menjaga perilakunya tetap baik dan menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya disamping arahan langsung pengajaran dan pendidikannya. Karena pengajaran tidak akan bermanfaat apabila teladannya buruk. Karena perbuatan lebih berpengaruh pada jiwa daripada perkataan. Apalagi apabila suatu peruatan itu menjadi kebiasaan yang disaksikan oleh anak dari kedua orangtuanya secara terus-menerus. Teladan yang buruk di rumah saling mendukung dengan perbuatan-perbuatan buruk yang disaksikan anak di luar rumahnya. maka anak tumbuh dalam senang keburukan dan membenci kebaikan.

Allah telah mengingatkan pentingnya teladan yang baik, dan menjelaskan keteladan pada diri Rasulullah shallahu alaihi wa sallam. Allah berfirman, "
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzaab: 21)

Rasulullah juga menyuruh para sahabatnya untuk meneladani perbuatan-perbuatannya dalm amal-amal yang paling uatama, seperti sabda beliau tentang shalat, "Shalatlah kalian sebagaimana kalian lihat aku shalat." (HR. Al-Bukhari, 1/155) Nabi mengajarkan shalat kepada para sahabat denga perbuatan dan perkataan. Nabi juga bersabda tentang haji, "Hendaklah kalian mengambil (meniru) manasik haji kalian dariku." (HR. Musilm, 2/943)

Dan ketika Nabi memrintahkan para sahabat untuk ihlal (membatalkan ihram) di hudaibiyah, karena orang-orang musrik menghalangi mereka untuk tawaf di ka'bah, diri mereka tidak merasa tenang sampai Nabi sendiri melakukan ihlal, kemudian para sahabat mengikutinya. (Al-Bukhari, 3/182)

Kalau keteladanan sangat berpengaruh pada msa dewasa, maka pada masa kanak-kana keteladanan lebih berpengaruh. Oleh karena itu kewajiban orangtua sangatlah besar untuk menjaga perilakunya tetap Islami untuk menjaga perkembangan diri anak. Penyimpangan perilaku orantua menjadi sebab terbesar dari penyimpangan perilaku anak, khusunya ibu yang biasanya menghabiskan waktu lebih banyak dengan anak-anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar