Jumat, 19 Juni 2009

SIfat-Sifat Istri Shalihah

Dari Umar radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad shallalhu alihi wa sallam bersabda, "Maukah aku beritahukan kepadamu sebaik-baik hal yang dimiliki oleh seseorang? Yaitu wanita yang shalihah, apabila kamu melihatnya, dia membuatmu bahagia, apabila kamu memerintahnya dia mentaati, dan apabila dia pergi, wanita itu menjaganya." (HR. Abu Dawud)

Hadits diatas mejelaskan tiga sifat istri shalihah yang merupakan kumpulan kebaikan yang akan menjaga hubungan cinta, kasih sayang antara suami-sitri sehingga pernikahan akan tetap langgeng.

Pertama, Seorang istri akan senantiasa tampil cantik, berhias untuk suaminya, dan selalu tampil di depan suaminya dalam keadaan yang baik, rapi, enak dilihat, menyenangkan. Ini adalah sifat yang menunjukkan betapa dia sangat memperhatikan kebahagiaan suami, selalu berusaha menyenangkan suaminya, memberi kebanggaan dan perhatian kepada suaminya. Memang tidak harus berdandan dan bersolek yang berlebihan, tetapi mungkin dengan berparas secukupnya yang bisa menunjukkan kecantikan dirinya, memperlihatkan kebersihan dan menjaga penampilan agar selalu terlihat menarik bagi suaminya.

Kedua; bersegera untuk mentaati suaminya, menjalankan permintaan suami kepadanya selama sesuai dengan syariat. Seorang suami shalih tidak akan memerintahkan istrinya untuk berbuat maksiat kepada Allah. Jadi tidak diragukan bahwa seorang istri yang mentaati suaminya dan tidak menentangnya adalah harta yang sangat berharga yang hanya diperoleh oleh orang yang mendapat kebahagiaan dari Allah.

Ketiga; menjaga hak-hak suami ketika dia sedang tidak ada. Seorang istri akan selalu menjaga dirinya, anak-anaknya, harta benda suaminya dan lain sebagainya. Ini adalah sifat paling utama, karena sifat ini tidak akan ada kecuali pada wanita yang memiliki agama yang haq, sebagaimana Rasulullah memrintahkan untuk memilih wanita dengan agama agar seseorang mendapatkan keberuntungan.

Inilah wanita yang amanah atas dirinya dan suami menjadi tenteram dan tidak khawatir akan pendidikan anak-anaknya. Istri shalihah tidak akan mendidik anaknya kecuali untuk mentaati Allah, mentaati Rasul-Nya dan mentaati kedua orangtuanya selama tidak memerintahkan maksiat kepada Allah. Istri shalihah akan mendidik anaknya untuk jujur, amanah, berakhlak mulia sebagaimana yang dialakukan. Dia tidak akan melakukan keharaman ketika suaminya tidak ada, tidak akan membuka pintu rumahnya untuk orang yang dibenci oleh suaminya, tidak akan mengambil apa yang bukan miliknya, menjaga hartanya, tidak akan mengeluarkannya dalam perkara yang diharamkan Allah dan tidak akan menghambur-hamburkannya.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, "Dianjurkan bagi orang yang mau menikah untuk memilih yang mempunyai agama, sebagaimana sabda Nabi, "
"Wanita itu dinikahi karena empat perkara; karena harta bendanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, maka kamu akan beruntung." (Muttafaq Alaih) dan memilih yang cantik, karena itu lebih mennetramkan dirinya dan lebih menjaga pandangannya dan melanggengkan cintannya. olehkarena itulah disyariatkan nazhar (melihat calon istri) sebelum menikah. (Al-Kafi, 2/659)

Katika seorang laki-laki shalih bersatu dengan wanita shalihah diatas sunnah Allah dan Rasul-Nya, diatas ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, amka mulailah terbentuk keluarga shalih yang merupakan bibit masyarakat yang shalih. Ketika anak-anak lahir dan dididik secara jasmani, ruhani dan aqli diatas petujuk kitabullah dan sunnah rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan teladan bagi anak dalam masa perkembangan inilah yang mengasah kegiatannya, perilakunya dan arahnya di masa depan hidupnya. Karena sifat yang tumbuh dalam dirinya ketika dia kecil, akan berkembang bersama perkembangan dirinya di rumahnya dari kedua orangtuanya dan akan menjadi kebiasaan yang sulit untuk dirubah setelah dia besar.

Karena itu wajib bagi orangtua untuk menjaga perilakunya tetap baik dan menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya disamping arahan langsung pengajaran dan pendidikannya. Karena pengajaran tidak akan bermanfaat apabila teladannya buruk. Karena perbuatan lebih berpengaruh pada jiwa daripada perkataan. Apalagi apabila suatu peruatan itu menjadi kebiasaan yang disaksikan oleh anak dari kedua orangtuanya secara terus-menerus. Teladan yang buruk di rumah saling mendukung dengan perbuatan-perbuatan buruk yang disaksikan anak di luar rumahnya. maka anak tumbuh dalam senang keburukan dan membenci kebaikan.

Allah telah mengingatkan pentingnya teladan yang baik, dan menjelaskan keteladan pada diri Rasulullah shallahu alaihi wa sallam. Allah berfirman, "
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzaab: 21)

Rasulullah juga menyuruh para sahabatnya untuk meneladani perbuatan-perbuatannya dalm amal-amal yang paling uatama, seperti sabda beliau tentang shalat, "Shalatlah kalian sebagaimana kalian lihat aku shalat." (HR. Al-Bukhari, 1/155) Nabi mengajarkan shalat kepada para sahabat denga perbuatan dan perkataan. Nabi juga bersabda tentang haji, "Hendaklah kalian mengambil (meniru) manasik haji kalian dariku." (HR. Musilm, 2/943)

Dan ketika Nabi memrintahkan para sahabat untuk ihlal (membatalkan ihram) di hudaibiyah, karena orang-orang musrik menghalangi mereka untuk tawaf di ka'bah, diri mereka tidak merasa tenang sampai Nabi sendiri melakukan ihlal, kemudian para sahabat mengikutinya. (Al-Bukhari, 3/182)

Kalau keteladanan sangat berpengaruh pada msa dewasa, maka pada masa kanak-kana keteladanan lebih berpengaruh. Oleh karena itu kewajiban orangtua sangatlah besar untuk menjaga perilakunya tetap Islami untuk menjaga perkembangan diri anak. Penyimpangan perilaku orantua menjadi sebab terbesar dari penyimpangan perilaku anak, khusunya ibu yang biasanya menghabiskan waktu lebih banyak dengan anak-anak.

Jumat, 12 Juni 2009

Pilar Membangun Keluarga Muslim

Keluarga mulsim yang shalih adalah keluarga yang pribadi-pribadinya terdidik dalam pendidikan islamy yang membuahkan dalam diri mereka rasa aman, ketenangan, kedamaian dan cinta. Tidak ada jalan untuk sampai kesana kecuali dengan adanya pasangan suami istri yang shalih yang terdidik dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.

Oleh karena itu kewajiban pertama ketika seseorang ingin menikah adalah mencari istri yang shalihah yang mempunyai agama yang lurus. dan hendaklah seorang wali memilihkan anak perempuannya seorang laki-laki yang shalih, sehingga mereka saling menjadi tenteram, tenang, damai bersamanya, dan terwujudlah rasa cinta dan kasih sayang dan lahir dari mereka keturunan yang tegak dalam ketakwaan, akhlak mulia sesuai firman Allah, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar-Ruum: 21)

Walaupun rasa cinta dan kasih sayang itu ada pada psangan muslim atau pasangan non muslim karena sesuai dengan fitrah yang dicciptakan Allah pada diri laki-laki dan perempuan, tetapi perasaan itu tidak sampai pada batas tertinggi kecuali pada pasangan muslim yang shalih karena bertemunya fitrah naluriah dan petunjuk syariat rabbani pada diri keduanya.

Diantara sifat perempuan muslimah adalah kebaikan dengan segala maknanya mulai dari ibadah kepada Allah, menjaga hak-hak suami, hak-hak anak. Allah berfirman, "wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)." (An-Nisaa': 34)

Allah telah menjadikan indah sifat-sifat wanita shalihah dalam gambaran yang luhur dalam ayat yang ditujukan kepada istri-istri Nabi, dan mereka adalah panutan wanita-wanita mukminah, Allah berfirman,

"
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.

Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.
Hai istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah.

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.
Hai istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah.

Dan barang siapa di antara kamu sekalian (istri-istri Nabi) tetap taat pada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezeki yang mulia.

Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik,
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.


Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."
(Al-Ahzaab: 28-35)

Sifat-sifat baik yang ditujukan Allah ta'ala kepada istri-sitri Nabi shallalahu alaihi wa sallam dalam ayat diatas juga dituntut menjadi sifat wanita-wanita mukminah seluruhnya. Akan tetapi istri-istri Nabi mempunyai kekhususan dengan dilipatgandakan pahala bagi mereka karena ketaatan mereka dan dilipatgandakan hukuman bagi mereka atas kemaksiatan mereka karena kedudukan mereka pada Rasulullah yang menerima wahyu di rumah mereka dan di samping mereka. Rasulullah mengajari mereka, mendidik mereka secara langsung apa yang diwahyukan kepadanya dariayat-ayat dan hikmah. Sebagimana bahwa ketaatan yang diperintahkan kepada mereka itu lebih kuat dari perintah kepada selain mereka, dan kemaksiatan yang dilarang bagi mereka lebih kuat dari larangan kepada selain mereka. Dan mereka adalah panutan dan teladan bagi seluruh wanita-wanita mukminah dalam menjalankan sifat-sifat baik dan meninggalkan sifat-sifat buruk.

Ayat terakhir diatas mengumpulkan sifat-sifat dasar bagi semua umat Islam baik laki-laki maupun perempuan. Ayat tersebut menjelaskan dasar-dasar kebaikan yang dituntut ada pada diri muslim dan keluarga musilm juga pada masyarakat muslim.

Diantara hal yang menjunjkkan dasar ini bahwa Allah melarang seorang muslim untuk menikahi wanita musyrik, dan melarang wanita muslimah menikahi laki-laki musyrik agar bisa terbina keluarga muslim yang shalih. Karena orang-orang musyrik adalah hali neraka dan mengajak menuju neraka dan menghalangi dari jalan Allah. Sedangkan orang Isla adalah ahli surga dan mengajak menuju surga untuk memenuhi panggilan Allah.

Karena itu sebgian ahli fikih dan ahli tafsir mentrajih pendapat bahwa tidak boleh seorang muslim yang mulia menikahi wanita muslimah pezina, kecuali apablia telah nyata taubatnya dari zina dengan dalil firman Allah, "Seorang laki-laki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik, dan wanita pezina tidak boleh dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik, dan hal itu diharamkan bagi orang-orang mukmin," (An-Nuur: 3) Inilah yang rajih dalam madzhab Hanbali (Lihat Al-Mughni Ibnu Qudamah)

Imam Abu Hanifah, Malik dan Syafii rahimahumullah berpendapat boleh menikahi wanita pezina sebelum taubat, dan berpendapat bahwa nikah yang dilarang adalah hubungan jima dengan zina.. (Al-Mughni, 7/141, Tafsir Al-Kabir, Ar-Razi, 23/151, dan Ibnu Jarir Ath-Thabary merajihkan pendapat ini dalam tafsirnya, 18/75)

Dan yang zhahir dari qaidah syariah dan nash-nashnya adalah bahwa tidak boleh menikahi wanita pezina sebelum taubat dari perbuatan hinanya, karena jika dia tetap berzina, tidak aman dari mnurunkan anak yang juga rusak akhlaknya. (lihat Al-Mughni, 7/141)

Walaupun ada perbedaan pendapat dalam masalah ini, tetapi sunnah menguatkan bahwa memilih wanita yang shalihah, yaitu yang memiliki agama yang lurus. Apabila disebut kata agama dalam syariat, maka yang dimaksud adalah ketakwaan, kebaikan, sifat wara', ihsan yang menjadikan seorang hamba beribadah kepada rabbnya seolah dia melihat-Nya.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwasanya rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Wanita itu dinikahi karena empat perkara; karena harta bendanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, maka kamu akan beruntung." (HR. Al-Bukhari dan muslim)

Dan Nabi menjadikan wanita yang shalihah sebagai sebaik-baik perhiasan dunia, sebagaimana hadits dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Dunia adalah perhiasan dan, sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah." (HR. Muslim)

Wanita shalihah adalah sebaik-baik harta seseoarng, karena dia memlihi sifat-sifat kebaikan yang membuahkan keberkahan dalam kehidupannya, sebagaimana dalam hadits dari Umar radhiyallahu anhu, "Maukah aku beritahukan kepadamu sebaik-baik hal yang dimiliki oleh seseorang? Yaitu wanita yang shalihah, apabila kamu melihatnya, dia membuatmu bahagia, apabila kamu memerintahnya dia mentaati, dan apabila dia pergi, wanita itu menjaganya." (HR. Abu Dawud)

Rabu, 10 Juni 2009

Pengertian Nikah, Hukum, Syarat dan Rukun Nikah

Nikah secara bahasa artinya menggabungkan atau mengumpulkan dua hal menjadi satu. Sedangkan menurut istilah nikah adalah akad perkawinan yang shahih. Atau akad yang mengakibatkan halalnya hubungan suami istri.

Dasar hukum nikah adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah dan Ijma'.

Allah berfirman, "Maka nikahilah wanita-wanita yang baik bagi kamu dua, tiga, atau empat." (An-Nisaa': 3)

Nabi Muhammad shallalahu alaihi wa sallam bersabda, "Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah," (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan ummat Islam berijma' tentang diysriatkannya nikah.

Hukum Nikah.
Hukum nikah berbeda-beda sesuai keaadan manusianya. BIsa jadi nikah itu wajib bagi seseorang, dan bisa jadi sunnah bagi yang lain. Dan manusia dibagi menjadi tiga golongan dalam hukum nikah ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, beliau berkata, "Dalam masalah nikah, manusia dibagi menjadi tiga golongan. Pertama; orang yang khawatir jatuh dalam perbuatan yang dilarang apabila dia tidak menikah, maka wajib baginya menikah sebagaimana pendapat kebanyakan ulama fikih, karena wajib baginya untuk menjaga kehormatran dirinya dan melindungi dirinya dari keharaman dan jalannya adalah dengan menikah.

Kedua; orang yang disunnahkan baginya menikah, yaitu orang yang mempunyai syahwat kepada lawan jenis tetapi dia bisa menjaga diri dari jatuh kedalah hal yang dilarang. Maka menikah lebih utama baginya daripada melakukan ibadah-ibadah sunnah.

Ketiga; orang yang tidak mempunyai syahwat, baik karena memang dia tercipta tanpa memili syahwat, seperti orang impoten, lemah syahwat, atau orang yang dulunya mempunyai syahwat, tetapi hilang karena sudah tua atau sakit atau yang lain. Dalam hal ini ada dua sisi, dianjurkan baginya menikah dan apabila dia tidak menikah itu lebih utama.

Barangsiapa memiliki syahwat, maka disunnahkan baginya menikah karena syariat Islam memrintahkannya. Nabi bersabda, "Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah," (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Karena didalam pernikahan terdapat banyak kebaikan seperti menjaga kemaluan suami dan sitri dari hal-hal haram, emmperbanyak keturunan, dan memperbanyak umat Islam.

Dan diharamkan menikah apabila berada di darul harb kecuali karena terpaksa. Juga diharamkan bagi yang tidak mampu secara materi dan tidak mampu menggauli istrinya.

Dimakruhkan menikah bagi mereka yang tidak mampu secara ekonomi sebagaimana firman Allah, "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya." (An-Nur: 33) Juga sabda Nabi, ""Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah," (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Juga dimakruhkan menkah (poligami) bagi yang takut tidak bisa berbuat adil diantara istri-sitri.

Rukun Nikah
1. Calon suami dan istri yang tidak terhalang untuk menikah.
2. Ijab; yaitu lafad menikahkan yang diucapkan oleh wali atau yang mewakilinya.
3. Qobul; yaitu lafad menerima yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya.

Syarat-Syarat Nikah
Akad nikah yang shahih mempuyai empat syarat;
Pertama; ridho kedua mempelai. Maka tidak boleh memaksa seorang laki-laki untuk menikahi wanita yang tidak diinginkannya, dan tidakboleh memaksa seorang wanita untu menikahi laki-laki yang tidak diinginkannya.

Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa." (An-Nisaa': 19)

Nabi bersabda, "Tidak boleh menikahkan seorang janda sampai dia diajak musyawarah (diminta pendapat) dan tidak boleh menikahkan seorang gadis sampai dimintai izinnya.”

Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya seorang gadis? Beliau bersabda, “Apabila dia diam�" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

diriwayatkan dari Khantsa' bin Judzam bahwa ayahnya menikahkannya tanpa seizinnya, sedangkan dia adalah janda, maka dia mendatangi Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam dan beliau menolak pernikahannya. (HR. Ibnu Majjah)

Nabi melarang menikahkan perempuan kecuali tanpa keridhoan dari perempuan tersebut, baik dia gadis atau janda. Bedanya kalau janda harus mengucapkan bahwa dia ridho, sedangkan untuk gadis cukup dengan diamnya karena dia malu untuk menyampaikan rasa ridhonya secara terang-terangan. Apabila dia tidak ridho, maka tidak boleh ada yang memaksanya untuk menikah, walaupun itu ayahnya. sebagaimana dalil-dalil diatas.

Dan tidak ada dosa bagi ayahnya bila tidak menikahkannya dalm keadaan seperti ini, karena dialah yang enggan untuk menikah. Akan tetapi wajib baginya menjaga dan melindunginya. Apablia ada dua orang yang melamarnya, lalu anak perempuannya berkata, "Aku mau menikah dengan yang ini," lalu walinya ingin menikahkan dengan yang lain, maka dia dinikahnkan dengan lelaki yang diinginkannya apabila dia sekufu'. Apabila tidak maka walinya berhak melarangnya dalam keadaan seperti ini, dan tidakmengapa baginya. Sebagaimana perkataan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam kitab Az-Zawaj.

Kedua; Kepastian siapa istri atau suami.
Seperti bila wali mengatakan, "Aku nkahkan kamu dengan anakku fulanah, atau anakku yang tinggi ini, atau lafad semisalnya yang menegaskan siapa calon istrinya apabila dia mempunyai beberapa anak misalnya.

Ketiga; Adanya wali bagi mempelai wanita
Tidak sah pernikahan tanpa adanya wali dari mempelai wanita. Sebagaimana sabda Nabi, "Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi)

Bila seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri baik dengan mengucapkan akad sendiri atau dengan mewakilkan kepada orang lain maka nikahnya tidak sah.

Keempat; Adanya saksi.
Yaitu hadirnya dua saksi pada saat akad nikah. Saksi haruslah orang yang adil dan diterima oleh masyarakat, sebagaimana sabda Nabi, "
Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi)

Akibat Hukum Pernikahan
1. Kewajiban memberi mahar oleh suami kepada istri
2. Kewajiban nafkah atas suami kepada istri
3. Hubungan antara suami dan istri dan keluarganya
4. Timbulnya kemahraman
4. Adanya hukum waris

Senin, 08 Juni 2009

Hubungan Suami-Istri dalam Manhaj Islami

Diantara nikmat Allah kepada hamba-Nya adalah bahwa Allah telah mensyariatkan nikah untuk menjadi hukum yang tetap bagi semua umat-Nya sejak nabi Adam sampai nabi terakhir Muhammad shallalahu alaihi wa sallam. Dan Allah menjadikan nikah sebagai sunnah bagi para pengikut nabi Muhammad sampai hari kiamat. "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. " (Ar-Ra'd: 38)

Di dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa nikah merupakan nikmat yang sangat ebsar yang diberikan kepada hamba-Nya. "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi." (An-Nisa': 1)

"Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa." (Al-Furqaan: 54)

"
Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?" (An-Nahl: 72)

Nabi juga memmerintahkan nikah dalam beberapa hadits. Diantaranya sabda beliau, "Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kesucian farji, dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa dapat menjadi perisai baginya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

At-Turmudzi, Ahmda dan Al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Ayyub bahwa Nabi shallalahu alaihi wa sallam bersabda, "Ada empat perkara yang merupakan sunnah para rasul; rasa malu, memakai wewangian, menikah dan bersiwak."

Beliau juga bersabda, "Kasihan...kasihan...Seorang laki-laki yang tidak mempunyai istri walaupun hartanya banyak. Kasihan..kasihann...seorang perempuan yang tidak mempunyai suami, walaupun hartanya banyak." (Diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Al-Ausath)

Al-Hakim dalam Al-Mustadrak meriwayatkan dari Anas radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang dianugerahi istri yang shalihah maka Allah telah menolongnya untuk menjaga separuh agamanya. Maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam menjaga separuhnya lagi." Dan banyak hadits-hadits serupa yang lain.

Ibnu Utsaimin berkata, "Nikah pada dasarnya adalah dianjurkan, dan menjadi sunnah muakkad bagi yang mempunyai syahwat yang mampu untuk menikah. Dan nikah adalah sunnah para rasul.

Beliau juga berkata, "Nabi juga menikah dan Nabi berabda, "Sesungguhnya aku menikahi wanita, barang siapa membenci sunnahku maka tidaklah dia dari golonganku." (Muttafaq Alaih) Oleh karena itu beberapa ulama berkata, bahwa menikah karena syahwat itu lebih baik dari ibadah-ibadah sunnah karena hal itu membuahkan kebaikan yang banyak dan pengaruh yang positif. Nikah bisa menjadi wajib dalam keadaan tertentu, seperti bagi seseorang yang syahwatnya kuat dan dia takut dirinya jatuh dalam hal-hal haram apabula tidak menikah. Dalam keadaan seperti ini dia wajib menikah untuk menjaga kemuliaan dirinya dan menjaga diri dari hal-hal haram.

Hikmah-Hikmah Nikah

Nikah mempunyai beberapa hikmah antara lain:
1. Menerapkan Sunnah Nabi
Nabi bersabda,"barang siapa membenci sunnahku maka tidaklah dia dari golonganku." (Muttafaq Alaih)

Abu Darda' radhiyallahu anhu berkata kepada istrinya, "Apabila kamu melihatku marah, maka buatlah aku ridho, dan apabila aku melihatmu marah maka aku akan membuatmu ridho. Apablia tidak maka kita tidak bisa bersatu."

2. Menjaga dan melindungi suami istri dari keharaman
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "karena menikah itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kesucian farji," (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3. Nikah sesuai dengan fitrah manusia.

4. Menjaga masyarakat dari kebrukan, kerusakan, kemerosotan moral dan penyebaran penyakit sosial.

5. Menjaga eksistensi makhluk manusia dengan cara yang benar.

6. Mendapatkan kesenangan bagi suami istri dengan cara yang halal. Saling berbagi dan memenuhi kebutuhan pasangan. Suami menangung istri, memberi nafkah kepadanya, sedang istri melakukan tugasnya sebagai istri sesuai syariat Islam.

7. Melatih diri untuk bertanggungjawab dan berbuat baik kepada pasangan, anak dan keluarga keduanya.

8. Memperoleh keturunan dan memperbesar jumlah umat Islam

9. Agar suami istri bisa merasakan bahwa dirinya dicintai sebagaimana dia mencintai diri sendiri.

10. Terpenuhinya kebahagian sebagai makhluk sosial. Dan menyeimbangkan kepribadian karena manusia tidak bisa hidup sendiri.

11. Perkembangan jiwa yang sehat dengan terpenuhinya dorongan seks dengan cara yang dihalalkan oleh Allah sehingga muncul ketenangan dan ketentraman batin.

12. Menghindarkan diri dari sifat-sifat buruk, dan perilaku menyimpang.

13. Terpenuhinya rasa keibuan atau kebapakan bagi suami istri.

14. membuktikan eksistensi diri dalam kehidupan rumah tangga yang bahagia.

15. Pernikahan membuahkan ikatan kekeluargaan, dan memperkuat kecintaan antar sesama keluarga.